Kamis, 07 April 2011

PRAKTEK PEMBENTUKAN DIRI

Metode Carkhuff pada bagian
terdahulu tulisan ini sangat
membantu kita
mengorganisasi sumber-
sumber daya manusiawi kita.

Pengorganisasian dapat
dilakasanakan dengan proses
belajar melalui tiga tahap:

MENYELIDIKI DIRI, MENGERTI
DIRI DAN MELANGKAH. Untuk
mempermudah penyelidikan
diri, kita perlu memiliki
keterampilan menjawab diri.

Untuk mempermudah
mengerti diri, kita perlu
memiliki keterampilan
mempribadikan permasalahan
dan mempribadikan tujuan.

Untuk membantu melangkah,
kita perlu memiliki
keterampilan memulai. Kita
perlukan pula evaluasi dari
semua langkah itu. Itu semua
kita laksanakan berdasarkan
sikap dasar:

EMPATI,
OTENTIK, RESPEK,
KONFRONTASI dan
PERWUJUDAN DIRI.

Dan yang
tidak boleh dilupakan ialah
bahwa semua ini harus kita
laksanakan dalam semangat
doa, terus-menerus memohon
rahmat Allah. Sebab
betapapun sempurnanya
metode itu dilaksanakan,
namun tanpa RAHMAT ALLAH
juga tak akan mendewasakan.

Tahap I: Tahap menyelidikidiri
dan keterampilan menjawab
diri

a. Pengertian
Tahap pertama proses belajar
pembentukan diri adalah
menyelidiki diri kita dimana
kedudukan kita dalam dunia
kita. Ini berarti kita berusaha
mengenal keadaan kita yang
obyektif, apa adanya, apa
yang sesungguhnya.Kita
masuk ke dalam daerah
pribadi kita yang kurang lebih
kabur bagi kita.

Di situ kita
dapat memperjelas persoalan-
persoalan kita, mencanangkan
kembali arah tujuan kita yang
sudah hilang, menghubungkan
kembali pengalaman-
pengalaman kita.
Dengan
demikian kita dapat
menemukan kembali kesatuan
dalam diri kita yang menjadi
daya untuk menerima
pendewasaan dari Allah.

b. Pelaksanaan
Untuk memperlancar
penyelidikan diri, kita
menggunakan kecakanapan
menjadab diri yaitu kita
bertanya kepada diri kita dan
berusaha menjawabnya.

Bagaimana hal ini kita
laksanakan?

Kita masuk ke dalam diri kita
dengan mengenali perasaan-
perasaan yang ada dalam diri
kita serta alasan-alasan
munculnya perasaan-perasaan itu.

Kita bertanya kepada diri kita:

“Apa yang saya rasakan
sekarang ini? Dan apa
sebabnya saya merasakan
itu ?”

Kita menjawab apa
adanya misalnya:
“saya
merasa iri pada teman-teman
saya karena dia mendapat
nilai baik sedangkan saya
tidak ”.

“Saya merasa gelisah, murung, kecewa karena saya tidak lulus dalam kursus
bahasa Perancis ”.

“Saya kecewa karena keluarga saya miskin dan orang tua tidak
dapat membelikan sepeda motor untuk saya ”.

“Saya merasa penuh syukur karena saya diberikan anugerah iman
yang besar ”, dan seterusnya.

Kita menjawab diri apa adanya dan semua perasaan beserta alasan-alasannya itu dengan nama-nama yang jelas dan tepat.

Untuk memperlancar pengenalan
terhadap perasasn-perasaan serta alasan-alasannya
dibutuhkan sikap empati dan respek.

Bila seseorang
mempunyai persoalan,
kemudian orang itu mengemukakan persoalannya
itu kepada orang lain yang
mau mendengarkan penuh
pengertian, empati, respek,
maka orang itu akan semakin
didorong untuk semakin
mengungkapkan apa yang
dirasakannya.

Demikian pula
diri kita. Bila kita
mendengarkan apa yang
dirasakan maka kita akan
semakin didorong untuk
semakin dalam
mengungkapkan apa yang kita
rasakan.

Mari kita ikuti contoh ini. Ali
selalu merasa kecewa, malas
dan tidak bersemangat dalam
hidupnya. Ia ingin mengenal
keadaan dirinya yang
sesungguhnya. Ia mulai
mengambil langkah pertama
dengan menjawab diri. Ia
bertanya pada dirinya. “Apa
yang saya rasakan dan
mengapa ?” Ia menjawab,
“Saya merasa kecewa, malas
dan tidak bersemangat,
karena tidak diterima di
Universitas Indonesia ”. Ia
menerima ungkapan perasaan
dirinya itu dengan penuh
pengertian, empati dan respek
maka ia didorong untuk
menjawab diri lebih dalam
lagi. “Saya mengikuti
pelajaran dan kursus tidak
bersemangat; saya lebih suka
menyendiri; persahabatan
dengan tema-teman mulai
kuang hangat; iman menjadi
goyah karena kecewa
terhadap Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

my Cbox